Jumat, 08 Januari 2010

TAUBAT

Dedril Andesit 10 November 2009 jam 7:16
Apakah Makna ‘Taubat’ itu?

Sahabat sekalian, jika jauh di dalam qalbu anda sudah ada ada kebutuhan untuk mencari Allah, ingin tenteram, ingin mengetahui agama lebih baik, atau gelisah mencari kesejatian, maka ketahuilah bahwa Allah masih berkenan memanggil anda untuk bertaubat.

Taubat sesungguhnya merupakan panggilan Allah. Manusia sama sekali tidak bisa membuat dirinya sendiri ingin bertaubat. Allah sendirilah yang menumbuhkan keinginan bertaubat di dalam kalbu anda.

Sebagaimana firman-Nya:

“Kemudian Tuhan memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS 20:122)

“Barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) niscaya dia mengambil jalan kepada Tuhannya. Dan kamu tidak akan mempu menempuh jalan itu kecuali bila dikehendaki Allah.” (QS. 76:29-30)

“…Bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat mengendaki (menenempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. 81: 28-29)



Keinginan Taubat

Keinginan taubat itu timbul karena dipilih-Nya. Maka dari itu, jika sekarang dalam hati anda mulai tumbuh kegelisahan makna hidup, atau keinginan kembali kepada-Nya, mulai timbul keinginan akan ketentraman bersama-Nya, mulai ingin mencari jalan-jalan yang mendekatkan diri kita kepada-Nya, Itu adalah panggilan-Nya. Maka sambutlah panggilan-Nya itu.

Jika kemudian mulai tumbuh perilaku kita yang ‘mencari jejak-Nya’, seperti mencari-cari pengajian yang baik, mencari-cari bahan di internet, mulai mencari-cari buku tentang Tuhan dan agama, maka syukurilah. Ini berarti bahwa Dia masih mengingat anda. Dia masih memanggil anda untuk mendekat, untuk pulang kepada-Nya. Dia masih menghendaki anda kembali kepada-Nya. Allah sendirilah yang menumbuhkan keinginan ini dalam hati anda.

Oleh karena itu, janganlah kita sia-siakan kesempatan ini. Jangan abaikan panggilan-Nya ini. Jangan sampai dia merasa panggilan-Nya kita abaikan. Karena sebagaimana kita pun, jika orang yang kita harapkan terus mengabaikan kita, lama-kelamaan kita pun akan melupakan orang itu. Camkanlah, bahwa tidak setiap orang akan dipanggil-Nya. Tidak setiap orang terpilih untuk ditaubatkan-Nya. Sangat sedikit orang yang ditumbuhkan keinginan untuk mulai mencari Allah di dalam hatinya.

Perhatikanlah, bahwa amat banyak orang mencari pengajian dengan niat mencari kawan, mencari kelompok, mencari pengakuan orang lain sebagai ‘orang pengajian’, mencari ketentraman sesaat, meniti karir di partai politik, mencari hapalan dan pengetahuan ayat, mencari bahan diskusi, dan sebagainya. Sangat sedikit, sekali lagi sangat sedikit, orang yang benar-benar mencari pemahaman akan hakikat hidup maupun kesejatian (Al-Haqq).

Jika kita tidak mau bertaubat, tidak mengindahkan panggilan-Nya itu, maka kita termasuk orang yang zalim. Definisi ‘zalim’, menurut Al-Qur’an, adalah tidak mau bertaubat.

“Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. 49:11)

Jika panggilan-Nya ini kita abaikan, maka kita akan semakin berputar-putar saja di dunia ini, dan kalbu kita akan semakin buta saja. Oleh karena itu, akan semakin susah sajalah kita memperoleh petunjuk-Nya, ketika kalbu kita menjadi buta.

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS 20:124)

“Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah qalb-qalb (quluubun) yang ada di dalam dada.” (QS 22:46)



Apakah ‘Taubat’ ?

Apakah ‘taubat’ itu? Taubat bukanlah istighfar. Hanya semata mengucapkan ‘astaghfirullah’, walaupun seribu kali, bukanlah taubat. Sebagaimana qur’an mengatakan,

“Karena itu beristighfarlah kepada-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya” (QS. 11:61).

Maka, dari ayat di atas, jelas nampak bahwa Istighfar dan taubat adalah dua hal yang berbeda.

Kata ‘taubat’ berasal dari kata ‘taaba’, artinya ‘kembali’. Taubat adalah sebuah ‘keinginan’, kegandrungan, kebutuhan akan Allah, maupun segala yang dapat membuat kita lebih mengenal-Nya. Oleh karena itu, landasan taubat adalah mencari Allah, mencari kesejatian, mencari hakikat kehidupan ini. Orang bisa saja mengucap istighfar ribuan kali sehari, tapi sama sekali tidak bertaubat.

Orang bisa zikir ribuan kali, dengan niat supaya cerdas, supaya sakti, supaya bisa mengobati, supaya karir bagus, supaya lulus ujian, macam-macam. Rajin shalat malam, supaya berwajah cerah dan cantik. Rajin puasa, supaya sehat, supaya tidak gemuk. Di mana Allahnya? Mungkin Allah kita tempatkan nomor dua atau tiga.

Maka dari itu, pertama sekali, kita murnikan niat kita dahulu. Kita niatkan semuanya hanya untuk kembali kepada-Nya (taubat), supaya semakin diberi-Nya petunjuk bagaimana taubat yang benar itu. Supaya diajari-Nya hakikat kehidupan ini.

Junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw mengucapkan do’a berikut ini, yang dibaca setiap kali Beliau selesai berwudhu:

“Allahummaj’alni minat-tawwabiin, waj ‘alni minal muthahhiriin.”

“Ya Allah, jadikan hamba termasuk ke dalam ‘At-Tawwabiin’ (mereka yang bertaubat), dan jadikan hamba termasuk ke dalam ‘Al-Muthahhiriin’ (mereka yang disucikan).”

Bahkan Rasulullah Saw pun masih memohon kepada Allah untuk dimasukkan ke dalam golongan orang yang bertaubat. Bukankah Rasulullah telah suci, bebas dosa, dan telah dijamin surga oleh Allah ta’ala?



Makna ‘Zalim’

Jika kita tidak kembali kepada Allah (taubat), maka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang zalim. Definisi ‘zalim’, menurut Al-Qur’an, adalah tidak mau bertaubat.

“Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. 49:11)

Padahal, Allah tidak akan pernah memberikan petunjuk-Nya kepada orang-orang yang zalim. Ketegasan-Nya ini diulang berkali-kali dalam Al-Qur’an, sebagai peringatan supaya kita benar-benar memperhatikan hal ini.

“Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (2:258)”

“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (5:151)

Demikian pula kalimat yang sama bisa kita temukan pada Q.S. 6:144, 9:19, 9:109, dan 28:50.

Maka dari itu, jika kita tidak bertaubat, tidak berusaha kembali kepadaNya, maka kita akan semakin sesat saja. Bahkan hal ini ditegaskanNya bahwa ia akan menyesatkan mereka yang zalim.

“Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim (14:27).”

Jika kita tidak bertaubat, kembali pada Allah, maka sudah barang tentu akan semakin jauh saja kita dari petunjuk-Nya. Hidup kita pun dengan sendirinya akan terlempar-lempar dari satu masalah ke masalah yang lainnya saja, jauh dari petunjuk-Nya.



Implikasi Ke’Mahapengampun’an Allah

Kita mengetahui bahwa Allah Maha Pengampun. Tapi, Maha Pengampun terhadap siapa?

“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. 20:82).

Allah Maha Pengampun pada yang bertaubat (saja). Jika kita bertaubat, kembali kepada-Nya, maka barulah asma ‘Maha Pengampun’ ada implikasinya terhadap kita. Jika kita misalnya dikenal sebagai orang yang pemaaf, tentu sifat pemaaf kita tidak ada implikasinya terhadap orang yang tidak kita kenal. Jadi, kepemaafan kita berlaku pada orang tertentu saja, tidak dengan sendirinya pada semua orang.

Demikian pula Allah. Dia Maha Pengampun (hanya) kepada mereka yang bertaubat. Kepada yang tidak bertaubat, walaupun dia dikenal dengan Maha Pengampun, tentunya tidak ada hubungannya. Ke-Maha Pengampunan-Nya tidak ada implikasinya sama sekali kepada mereka yang tidak bertaubat, kepada mereka yang tidak berusaha kembali kepada-Nya.

Jika kita hanya istighfar saja, maka belum tentu Allah Maha Pengampun kepada kita. Tapi jika kita bertaubat, kemudian memperbaiki diri, maka Allah Maha Pengampun kepada kita. Taubat –harus– diikuti dengan memperbaiki diri, supaya taubat kita diterima oleh-Nya.

Demikianlah yang kita lihat pada ayat-ayat berikut ini:

“Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 5:39)

“Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 24:5)

“Barangsiapa yang berbuat kejahatan diantara kamu karena kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 6:54)



Jalaluddin Rumi tentang Taubat

Sebagai penutup tulisan tentang taubat, mari kita hayati penggalan puisi hasil fana Jalaluddin Rumi di bawah ini:

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.

Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepada-Nya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
karena Tuhan, dengan rahmat-Nya
akan tetap menerima mata uang palsumu!

Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah
menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Begitulah caranya!

Wahai pejalan!
Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayolah datang, dan datanglah lagi!

Karena Tuhan telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku,

karena Aku-lah jalan itu.”

Wallahu ‘alam, Semoga bermanfaat.
Dedril Andesit 10 November 2009 jam 4:14
YANG MANA ARRAS ITU TERDIRI DARI 36000 SUDUT, TIANGNYA TERDIRI DARI 3600, DIBAWAHNYA TERDAPAT 12000 PADANG PASIR, DAN MASING2 SUDUTNYA TERDAPAT 80000 MALAIKAT.

Sabda Rosul

Dedril Andesit 25 Oktober 2009 jam 8:07
Rasulluah pernah bersabda : " Wahai sahabat ku, suatu saat kalian akan bisa melihat Allah seperti kalian melihat Purnama yang tidak tertutpi oleh awan sedikitpun, asalkan kalian tidak dilalaikan pada wak tu menjelang Azhar dan Menjelang subuh."

RAHASIA KHUSYUK

RAHASIA KHUSYUK

Untuk anggota CHARACTER BUILDING
Dedril Andesit 21 Oktober 2009 jam 2:12 Balas
SEORANG AHLI IBADAH BERNAMA ISAM BIN YUSUF, DIA SANGAT WARAK DAN SANGAT KHUSUK SOLATNYA. NAMUN DIA SELALU KHUATIR KALAU-KALAUIBADAHNYA KURANG KHUSUK DAN SELALU BERTANYA KEPADA ORANG YANG DIANGGAPNYA LEBIH IBADAHNYA, DEMI UNTUK MEMPERBAIKI DIRINYA YANG SELALU DIRASAKAN KURANG KHUSUK.

PADA SUATU HARI, ISAM MENGHADIRI MAJILIS SEORANG ABID BERNAMA HATIM AL-ISAM DAN BERTANYA : "WAHAI ABA ABDURRAHMAN, BAGAIMANAKAH CARANYA TUAN SOLAT?"

HATIM BERKATA : "APABILA MASUK WAKTU SOLAT AKU BERWUDHU' ZAHIR DAN BATIN."

ISAM BERTANYA. " BAGAIMANA WUDHU' ZAHIR DAN BATIN ITU?"

HATIM BERKATA, "WUDHU' ZAHIR SEBAGAIMANA BIASA, YAITU MEMBASUH SEMUA ANGGOTA WUDHU' DENGAN AIR. SEMENTARA WUDHU' BATIN IALAH MAMBASUH ANGGOTA DENGAN TUJUH PERKARA :

1. BERTAUBAT


2. MENYESALI DOSA YANG DILAKUKAN


3. TIDAK TERGILA-GILA DUNIA


4. TIDAK MENCARI/MENGHARAPKAN PUJIAN ORANG (RIYA)


5. TINGALKAN SIFAT BERBANGGA


6. TINGGALKAN SIFAT KHIANAT DAN MENIPU


7. MENINGGALKAN SIFAT DENGKI


SETERUSNYA HATIM BERKATA. "KEMUDIAN AKU PERGI KE MESJID, AKU KEMASKAN SEMUA ANGGOTA KU DAN MENGHADAP KIBLAT. AKU BERDIRI DENGAN PENUH KEWASPADAAN DAN AKU BAYANGKAN ALLAH ADA DI HADAPANKU, SYURGA DI KANANKU, NERAKA DI SEBELAH KIRIKU, MALAIKAT MAUT BERADA DI BELAKANGKU, DAN AKU BAYANGKAN PULA BAHWA AKU SEOLAH-OLAH BERDIRI DI ATAS TITIAN 'SHIRRATUL MUSTAQIM' DAN AKU MENGANGGAP BAHWA SOLATKU KALI INI ADALAH SHOLAT TERAKHIRKU, KEMUDIAN AKU BERNIAT DAN BERTAKBIR DENGAN BAIK.

SETIAP BACAAN DAN DOA DALAM SOLAT KUFAHAM MAKNANY, KEMUDIAN AKU RUKU' DAN SUJUD DENGAN TAWADHU', AKU BERTASYAHHUD DENGAN PENUH PENGHARAPAN DAN AKU MEMBERI SALAM DENGAN IKHLAS. BEGINILAH AKU BERSOLAT SELAMA 30 TAHUN."

APABILA ISAM MENDENGAR, MENANGISLAH DIA KARENA MEMBAYANGKAN IBADAHNYA YANG KURANG BAIK BILA DIBANDINGKAN DENGAN HATIM.

Do'a Sufi

DO'A SUFI

Untuk anggota CHARACTER BUILDING
Dedril Andesit 21 Oktober 2009 jam 1:42 Balas
YA ALLAH, JIKA IBADAH KU INI KARENA TAKUT AKAN API NERAKA, BUKAKANLAH SELEBAR-LEBARNYA PINTU NERAKA UNTUK KU, JIKA IBADAH KU HANYA U MENGHARAPKAN SURGA, TUTUP RAPAT-RAPAT PINTU SURGA UNTUKKU, DAN JIKA IBADAH KU HANYA CUMA SEMATA2 UNTUK MENGHARAPKAN RIDO MU YA ALLAH, JANGAN KAU PALINGKAN WAJAH MU DARI KU.

Rabu, 25 Maret 2009

Kelaparan atau Dimakan Singa?



Setiap pagi, seekor rusa bangun. Ia tahu bahwa ia harus lari lebih cepat daripada singa. Kalau tidak, ia akan dimakan singa.Setiap pagi, seekor singa bangun. Ia tahu bahwa ia harus lari lebih cepat daripada rusa. Kalau tidak, ia akan mati kelaparan.


Tidak menjadi soal apakah anda seekor singa ataukah seekor rusa. Begitu matahari terbit, sebaiknya anda berlari!Jangan lewatkan waktu sedetik pun, cepatlah berlari menjemput impian anda! Berusaha adalah mengambil resiko. Tapi resiko harus dihadapi karena bahaya terbesar dalam hidup ini adalah tidak mengambil resiko sama sekali.Orang yang tidak berani menghadapi resiko, tidak akan melakukan apa-apa, tidak punya apa-apa dan bukan siapa-siapa. Mereka mungkin saja menghindari penderitaan dan kesengsaraan. Tapi mereka tidak bisa belajar, merasakan, mengubah, tumbuh, mencintai atau hidup.Dalam keadaan terikat oleh kepastian, mereka telah mengekang kebebasan mereka sendiri. Hanya orang yang berani mengambil resiko adalah orang yang bebas.Ambil resiko SEKARANG!!ocha: wisdoms4all@yahoogroups.com

Anak-Anak Lampu Merah



Matahari telah menyisakan warna merah diujung sana. Lampu-lampu di jalanan ibu kota telah menggantikan terangnya sang penguasa siang. Gemerlap Jakarta mulai dimainkan. Mungkin beberapa menit lagi azan akan bergema, aku yang baru pulang kuliah harus berdiri didalam bis yang penuh sesak. Jalananpun macet ditambah lampu merah yang sudah tak mampu mengendalikan semrawutnya para pengguna jalan. Akhirnya bis putih jurusan kampug rambutan-tanah abang itu harus terhenti dibelakang beberapa kendaraan lain.


Aku yang duduk di pinggir dekat jendela mencoba menghindari pengapnnya suasana dalam bis. Kumainkan telunjukku dikaca yang telah kusam tertutup debu. Kulayangkan sepasang mataku menyusuri jalanan yang bising oleh suara klakson dan deru mesin kendaraan.

Hari ini benar-benar kacau, pikirku. Sudah masuk kuliah terlambat, presentasi yang gagal, perut yang keroncongan duit tinggal goceng lagi. Benar-benar susah hidup ini… huuhhh


Kucoba melupakan semua masalah yang ada, kulihat dari pinggir jalan sana, beberapa anak kecil turun kejalan diantara celah-celah mobil yang antri bersiap untuk ngebut kedepan. Perkiraanku umur mereka yang paling besar sekitar 11 tahun, sedang yang paling kecil mungkin 6 tahunan. Anak-anak yang malang, gumamku.


Dengan muka yang kusut dan baju yang entah berapa hari atau minggu tak dicuci, dua orang masuk kedalam bis yang ada didepanku. Sedang yang lainnya lagi mendekati sedan-sedan dan angkot yang berjejer rapat. Kusaksikan pemandangan tak masuk akal ini hampir tiap hari. Berpasang-pasang tangan kecil tak berdaya ditengadahkan dari luar kaca mobil. di bawah temaram lampu jalanan itu, Jemarinya yang kehitaman berselimut debu sangatlah tidak wajar untuk dipertontonkan. Denagn mata yang cekung layu dan wajah yang memelas penuh harapan, mereka mencoba mengetuk hati para manusia, mengabarkan kesusahan dan penderitaan yang selalu mempermainkan hidup mereka. Apakah diantara para manusia itu ada yang masih punya nurani sehingga sudi memberikan sedikit rizkinya untuk sekedar mengisi perut yang membusung akibat kurangnya gizi, atau sekedar berbagi rasa atas apa yang telah dikaruniakan kepada mereka oleh sang Ilahi. Aku tak tahan melihatnya, namun tak sangggup pula tuk memalingkan muka masa bodoh dengan derita mereka. Mataku berair, hatiku memekik keras, tapi gaungnya hanya tertahan sampai di tenggorokan. Tuhan apa salah mereka…??


hatiku berkecamuk. prihatin, marah, geram dan perasan tidak berdaya beraduk tak karuan. keadaanku yang mungkin tak jauh beda dengan anak-anak tadi juga membuatku ingin meronta sejadinya. "mengapa kami harus begini?!". tanyaku pada diri sendiri.


Dulu, saat pertanyaan ini mengusikku tuk pertama kali, "sebuah ketidak adilan" adalah kesimpulan pertamaku yang membuatku gelisah dan akhirnya menggoncangkan batinku sejak beberapa tahun yang lalu. bahkan, sampai saat ini masih membekas dalam diriku. Ketidak adilanlah yang membuatku kecewa, menangis, menderita, dan putus asa dengan hidup ini. bahkan sampai membuatku muak dengan keyakinanku yang ada selama ini. Aku bimbang apakah benar Tuhan yang maha bijaksana itu benar adanya?!


memang aku bisa dibilang sebagai seorang anak jalanan yang hidupnya harus sering terlunta-lunta, bahkan untuk membayangkan kenikmatan dunia ini saja, aku harus mendongakkan kepala setinggi-tinggginya hingga seakan aku memang tidak akan sangggup menggapainya. meskipun sekarang keadaanku mungkin lebih baik, dengan lapak dagangan yang lumayan sehingga bisa diandalkan untuk hidup bersama ibu dan seorang adik kecilku, juga biaya kuliahku yang tinggal dua semester lagi, namun hal itu tak menghapus masa laluku yang penuh dengan penderitaan. aku sejak kecil harus rela mondar mandir jualan di bis, kereta, dan jalanan. kemudian untuk beberapa tahun semenjak kelas satu SMP aku agak beruntung karena bapakku bisa mendapatkan tempat untuk membuka toko sebelum akhirnya diluluh lantakkan oleh buldoser atas kebijakan penguasa. kemudian aku mencoba masuk kuliah namun belum satu semester aku terpaksa berhenti demi bapakku yang sakit keras yang akhirnya harus meninggalkan kami bertiga selamanya. aku sangat stres waktu itu, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. aku hanya bisa meratapi nasib, sambil bertanya "mengapa...mengapa ...?!". kenangku saat melihat polah anak-anak kecil itu.


****


"Mas, kembaliannya…" aku tersadar, sang kenek memanggilku sambil menyodorkan beberapa lembar uang kembalian padaku. aku jadi teringat kalau sisa uang yang kubayarkan tadi ternyata belum dikasih.


"ya, makasih...". kataku singkat. kualihkan lagi pandanganku melihat keluar jalanan. anak-anak tadi ternyata sudah tak karuan keberadaaanya. ada yang masih sibuk didepan, ada juga yang sudah dibelakang sana. satu anak sebenarnya mau masuk kedalam bis yang aku tumpangi, namun mungkin karena melihat bis telah penuh sesak, ia urungkan niatnya. ia hanya berjalan mengelilingi bis sambil mendongak keatas mengharap ada tangan yang menyisihkan sedikit recehannya. Dari atas bis, beberapa tangan diulurkan mencoba memberikan bantuan semampunya. Sesaat kemudian, ia telah berada dihadapanku dan aku benar-benar tak kuasa melihatnya.


"mas…" kedua tangannya ditengadahkan ke arahku. aku tak tau harus ngasih atau tidak. tapi entahlah, tanganku secara spontan langsung saja memberikan kepingan uang 500-an yang ada disaku. Ibgin sekali aku memberinya sesuatu yang lebih dari ini, mengajaknya bermain atau membantunya menjawab sebuah pertanyaan yang biasa ditanyakan ibu guru kepada murid-muridnya: “apa cita-citamu kelak?”. Namun beginilah diriku, keadaanku yang memaksaku hanya bisa untuk mengelus dada dengan bebagai tanya.


"makasih mas.." bilangnya seraya diiringi senyum polos.


"ya, ya…" aku hanya anggukkan kepala pelan.


sedetik kemudian ia berlari ke pinggir jalan. sementara temannya yang sedang beraksi di belakang bis yang kutumpangi terlihat lesu. mungkin ia belum dapat sepeserpun atau karena ia mendapat gampretan orang yang geram dengan anak-anak seperti mereka atau mungkin juga karena lampu merah masih belum menyala. ia masih memelas di samping sedan hitam dibelakang itu.


"sebenarnya mengapa harus begini..?!" pertanyaan itu muncul lagi. pertanyaan mengapa harus ketidak adilan. katanya kita ini hidup di negeri yang kaya dan pastinya hampir 100% beragama, percaya Tuhan dan pembalasan; apalagi negeri kita katanya dipenuhi muslim, kenapa kok kelihatan seperti bangsa Bar-Bar; yang kuat menggencet yang lemah, yang kaya menghisap yang miskin. kenapa kita jadi bangsa pengisap?? Mana agama? Mana mereka yang mengaku muslim? bukankah ini nggak masuk akal?!! Sederet pertanyaan yang membuatku pusing.


"ini adalah takdir, ujian bagi kita. karena itu hendaknya sabar...". kata sebagian orang.


tapi aku tidak bisa terima. " sabar kan ada batasnya, coba kalau sampean yang seperti ini..!! bukankah kerusakan dan keadaan ini juga karena manusia?? jadi jangan dikit-dikit Tuhan, ini itu Tuhan..." gugatku dalam hati kesal.


dan sementara pertanyaan-pertanyaan semacam itu bergelayut dalam pikiranku, aku teringat kata-kata mereka yang mungkin sangat mengguncang:


"ini karena manusia mau diperbudak oleh doktrin-doktrin yang melemahkan mereka. manusia dijejali dengan janji dan mimpi-mimpi bahwa penderitaan di dunia ini akan diganti dengan kenikmatan yang berlipat dan tiada bandingannya nanti di akhirat. untuk itu, mereka harus bersabar saja dalam himpitan kejamnya dunia seraya menyerahkan semua masalah dalam doa mereka pada Tuhan yang nggak jelas keberadaanya."


"memang manusia telah biasa diajarkan untuk mengadu. ya, hanya sekadar mengadu dalam sujud-sujud yang tak akan pernah bisa mengubah nasib mereka. manusia telah terasing dari dirinya sendiri. mereka telah tunduk takluk pada dogma-dogma yang tak masuk akal. seolah jika mereka berdoa, Tuhan atau dewa-dewa penolong akan langsung turun dari langit, dan selanjutnya masalah BERES. bullshit....!! kata mereka.


dan memang aku pikir selama ini aku telah berdoa siang malam, bersujud dalam serentetan tahajjud, mengadu dalam keluh dan tangisku; tapi apa yang aku dapatkan?? tak ada sama sekali... bahkan dulu saat aku rajin-rajinnya ibadah, berbagai masalah dan kesulitan malah datang menyerbu. toko kami dirampas lalu disusul kematian bapakku yang membuat kami merana dan sekarat sepanjang jalan.


kurasakan ini semua tak ada bedanya dengan anak-anak di jalanan itu. ku pikir mereka harusnya duduk manis denagn seragam dalam sekolah-sekolah yang nyaman atau bermain dengan gelak tawa yang lepas bersama teman-teman sebaya mereka.


tapi apa yang kurasakan..!! apa yang kulihat..!! aku dan mereka mendeita. jerit kami tak ada yang mendengar. semua bisu. bahkan sampai Tuhan yang selama ini aku yakini sebagai sang maha pengasih, tumpuan harapan yang aku andalkan tak kunjung mengabulkan doa dan ratapku. Akhirnya aku jadi ragu. jika Dia benar-benar ada, kemana Dia selama ini? kenapa Dia bisu dengan ketidak adilan? mengapa dia menciptakan manusia baik dan menusia bejat? mengapa harus ada pengisap dan diisap?


sungguh aneh Tuhan itu, katanya ingin manusia menuju kebaikan; tapi kok bikin perbedaan yang aneh ini? Lihatlah!! Disana banyak sekali maling berjas berdasi sedang berpesta dengan kebodohan kami. Disana Para hakim tengah tawar menawar harga dengan para konglomerat yang perutnya semakin membuncit pelit. Juga disana para ustadz, dai, kyai haji-pun tak mau ketinggalan sedang mengobral ilmunya untuk menyenagkan mereka para penguasa. Mereka semua telah menghianati Tuhan. Tapi mengapa Dia diam tak menegur mereka untuk sadar? malah mengapa aku yang selalu menyembahnya selama ini tak dihiraukannya? mengapa ia membiarkan makhluk yang mengharapkannya tersakiti, terluka hingga tak berdaya? juga mengapa Dia membiarkan anak-anak kecil itu jadi tontonan yang memuakkan nurani? apa salah mereka? mengapa Dia langsung berbalik badan ketika manusia telah diciptakanNya?? bukankah ini berarti bahwa tuhan hanyalah dogma? hanyalah proyeksi pikiran manusia yang lemah sebagai pelarian dari kenyataan alam nyata?! entah....

****


waktu sedikit begeser. beberapa saat lagi lampu merah akan menyala. dan deru mesinpun semakin bertambah. asap hitam knalpot yang tak terukur lagi standar emisinya mengepul dari bawah belakang bis putih ini, sedikit menyelimuti pemandanganku disana. anak kecil disamping sedan hitam tadi kini menepi. dengan gontai ia meniti tepian trotoar menuju teman-temannya. keadaannya yang berantakan itu tak membuatnya malu untuk terus melangkah menjalani hidup. meski seandainya ditanya apakah ia suka seperti itu, pastilah dijawabnya TIDAK..!! keadanlah yang memaksa orang seperti dirinya harus mencampakkan malunya. membuang harga dirinya, dan merelakan dirinya menjadi bahan obrolan orang-orang, surat kabar. majalah, ataupun tv dengan penuh keprihatinan serta penghinaannya. bukankah keberadaan mereka itu sangat menjanjikan keuntungan?!


aku yakin. lihatlah para penulis atau para pemilik media itu..!! tulisan dan berita mereka penuh gambar penderitaan anak-anak jalanan. dengan sedikit style, tulisan dan berita mereka bisa menjadi selalu laku dipasaran. lihat juga pak politikus-pak politikus itu. apa yang mereka gembar-gemborkan saat kampanye?? keadilan sosial, kemiskinan, dan kemakmuran akan menjadi senjata ampuh untuk mengkadali rakyat. ya, dengan menjual obral kata-kata itu. hahaha... tapi, lalu apa selanjutnya? penghapusan orang miskin dengan penggusuran, penipuan, pemaksaan dan pembunuhan secara perlahanlah yang ada, lalu kemakmuran akan merata pada rakyat jenis baru. ya, mereka itu yang biasa dibilang bapakku dulu: orang-orang sugeh. Orang-orang yang duitnya banyak yang seolah telah membeli dunia ini untuk dikontrakkan pada kita yang mlarat dan sekarat.


"ya dunia kita memang gitu. Lihat saja bangsa kita ini.....!!" kata bapak geram.


kalau bapak dulu hanya menyalahkan sekedar para manusia bejatnya, maka sepertinya aku telah lebih dari itu. mengenang hidupku yang kembang kempis ini , ditambah hasil membaca beberapa buku, aku kadang-kadang malah memprotes asal manusia-manusia itu. Tuhan yang sejak aku lahir telah menjadi keyakinanku menjadi pencipta yang nggak punya tangung jawab, pikirku. Dia seenaknya saja memilih yang satu selalu bahagia dan dalam kesenangan sedang yang lain harus menjadi tumbalnya. Tuhan menurutku telah dholim dan tidak adil. Dia tidak membantu orang-orang yang lemah, dan tidak juga menghukum manusia bejat itu. Dia membiarkan semuanya hingga ini membuatku membenciNya lalu akhirnya tidak mempercayainya. kukatakan kalau Tuhan itu hanyalah buatan akal manusia lemah seperti yang mereka bilang. atau paling tidak Tuhan telah mati dengan kebisuanNya.


lalu, siapakah aku ini...?? tanyaku pada diri sendiri.


kalau Tuhan ngak ada, siapa yang nyiptain aku..?! siapa yang naruh aku dalam perut ibuku dulu..? juga siapa pula yang nyiptain sel-sel sperma sama atom-atom yang membentuknya itu?? apa bapak ibu yang nyiptain atau, ada dengan sendirinya, sim salabim gitu?! ah, its impossible.... itu gak masuk akal bangeeet. Pikirku ragu.


kalau ortuku yang nyiptain, berarti mereka jua diciptain dong sama kakek nenek.... terus mereka berdua diciptain juga. dan akhirnya terus kayak gitu sampe manusia pertama. terus siapa pencipta manusia pertama. nah sampe disini aku mentok dengan jawaban bahwa ternyata Tuhan itu harus ada.


sedang kalau jawabannya ada dengan sendirinya, atau kayak teori evolusi itu, maka itu lebih nggak masuk akal lagi. karna kalaupun ada dengan sim salabim, adanya itu dari apa?? kan pasti sesuatu itu ada pembentuk pertamanya kayak daging, tulang, terus sel lalu atom. nah, yang bikin atom siapa??


sementara jawabanku sendiri masih ngambang, antara ada dan tiada, antara Tuhan itu adil dan dholim, bunyi klakson yang bersahutan membuyarkan pikiranku. rangkaian jawaban yang hampir kudapatkan berantakan dan hilang. ah... tuhan kusebut lirih namaNya. sambil termenung kupandangi wajah-wajah lugu penuh derita yang menunggu nyala lampu merah, aku lambaikan tangan pada mereka pelan. salah satunya membalas dengan senyum kecil yang manis. aku tak tau arti senyum itu tapi bis putih telah melaju membawa pesan mereka padaku: kalau nggak ada kami,buat apa kamu didunia ini?!.


kini aku telah menemukan jawabannya dan aku yakin Tuhan ada.


terima kasih teman-teman kecilku....

(Aad: 23 nov 2007)